Petualangan di Alahan Panjang

............................................................

Hijau itu Asri

Potret sebuah kehijauan saat dalam perjalanan di kampung halaman.

Kawah Gunung Sitinjau

Disini terdapat sebuah legenda, Legenda tentang Bujang Sambilan

Sungai Janiah dari Bukik Tanjua

Hamparan sebuah Keindahan Kampung Halaman

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

Welcome to our website. Neque porro quisquam est qui dolorem ipsum dolor.

Lorem ipsum eu usu assum liberavisse, ut munere praesent complectitur mea. Sit an option maiorum principes. Ne per probo magna idque, est veniam exerci appareat no. Sit at amet propriae intellegebat, natum iusto forensibus duo ut. Pro hinc aperiri fabulas ut, probo tractatos euripidis an vis, ignota oblique.

Ad ius munere soluta deterruisset, quot veri id vim, te vel bonorum ornatus persequeris. Maecenas ornare tortor. Donec sed tellus eget sapien fringilla nonummy. Mauris a ante. Suspendisse quam sem, consequat at, commodo vitae, feugiat in, nunc. Morbi imperdiet augue quis tellus.

Sunday 1 January 2017

PILIHAN


Dalam menjalani hidup, kita selalu dihadapkan pada pilihan. Pilihan untuk ini, pilihan untuk itu, pilihan untuk begini dan pilihan untuk begitu. Begitu banyak pilihan yang harus kita pilih dalam mengarungi kehidupan kita. Pilihan yang akan menentukan bagaimana kita nanti, bagaimana kita akan menjalani hidup kita dimasa yang akan datang.

Pada dasarnya pilihan kita hanya 2, yaitu “YA” atau “TIDAK”. Pilihan untuk mengatakan Ya atau pilihan untuk mengatakan Tidak. Pilihan untuk melakukan atau pilihan untuk tidak melakukan. Pilihan untuk menolong atau pilihan untuk tidak menolong dan lain sebagainya. Intinya tetap berkenaan dengan “YA” atau “TIDAK” dan setiap pilihan yang kita pilih tentu saja ada konsekuensinya, tentu saja ada dampaknya.

Dalam proses kita memilih, tentu akan ada pertimbangan-pertimbangan kenapa memilih “YA” dan kenapa memilih “TIDAK”. Dalam proses memilih kita setidaknya tentu punya pedoman, kita tentu akan memikirkan konseksuensi bagi diri kita dan orang lain serta dampaknya kepada lingkungan sekitar kita..

Dengan adanya peraturan lalu lintas, Ada aturan yang mengikat kita sebagai penguna jalan raya, baik itu sebagai penggguna kendaraan atau sebagai pejalan kaki, ada aturan dalam memasang plang untuk iklan bahkan ada aturan dalam memasang rambu-rambu lalu lintas.

Kita sebagai pengendara motor, dalam aturannya ketika lampu merah, maka kita wajib untuk berhenti, namun demikian kita masih punya pilihan untuk ikut aturan dengan cara berhenti atau ikut pilihan untuk tidak ikut peraturan dengan menerobos lampu merah tersebut. Tentu ada hal yang membuat untuk ikut peraturan lalu lintas atau melanggar aturan lalu lintas, dan tentu kita pun tau apa manfaat dan resiko dari pilihan kita tersebut.

Tau dengan akibat, tau dengan resiko atas pilihan kita tersebut. Maka seharusnya kita pun harus siap menerima konsekuensi yang akan terjadi akbat dari pilihan tersebut. Jangan ada alasan begini atau begitu lagi, karena aturannya sudah jelas dan kita semua sudah tau.

Atau misalnya, kita sebagai seorang pedagang tentu dihadapkan pada pilihan menjadi pedagang jujur atau tidak jujur. Pedoman kita untuk memilih jadi pedagang jujur dan tidak jujur tentu saja ada. Kita memilih pedagang jujur karena ini, dan kita menjadi pedagang tidak jujur karena itu. Selain itu kita tentu juga akan memikirkan konseksuensinya bagi keberlangsungan pekerjaan dan dampak bagi orang yang membeli.

Lalu misalkan kita sedang dalam kondisi tidak punya uang, dan pada saat itu ada kondisi dimana kita punya pilihan untuk mencuri dan pilihan untuk tidak mencuri. Saat memilih untuk mencuri mungkin disebabkan oleh kondisi diri yang sedang butuh uang, dan kita mengacuhkah konsekuensi kepada diri kita bila tertangkap akan diproses secara hukum, dan kita juga mengenyampingkan akan adanya kerugian bagi orang lain. Dan ketika kita memilih untuk tidak mencuri, mungkin kita lebih mendahulukan ketiadaan konsekuensi yang buruk pada diri kita dan dampak buruk pada orang lain dan mengenyampingkan kebutuhan diri sendiri.

Selanjutnya saat kita telah memilih untuk mencuri, kita idealnya haruslah juga siap untuk menerima resikonya, kita seharusnya juga siap dengan konsekuensinya. Resiko ketika kita tertangkap kita akan berhadapan dengan hukum, konsekuensi bahwa keluarga kita akan menanggung malu akibat pilihan tersebut. Dan begitupun sebaliknya, saat pilihan untuk tidak mencuri yang dipilih maka kita pun harus siap dengan resikonya. Mungkin yang akan terjadi selanjutnya kebutuhan akan uang tersebut tidak terpenuhi namun resiko berhadapan dengan hukum tidak akan kita hadapi.

Pada kasus diatas, pilihan yang datang sudah jelas dampak, resiko dan  manfaatnya. Dan pilihan ini akan menjadi pilihan yang sangat mudah karena sudah jelas kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi selanjutnya. Pilihan-pilihan yang sudah ada pedoman untuk memilihnya. Mencuri itu dilarang, namun kita masih bisa memilih untuk mencuri atau tidak mencuri, tentu bersama dengan segala resikonya. Berbohong itu dilarang, namun demikian kita pun masih bisa memilih untuk berbohong dan untuk itu kita harus siap dengan segala konsekuensinya.

Lalu bagaimana bila dampak atau akibat dari pilihan tersebut tidak bisa diketahui saat itu, misalnya kita dihadapkan pada pilihan jurusan kuliah, kita dihadapkan pada jenis pekerjaan yang akan kita jalani. Bagaimana kita memilih, sementara untuk hal-hal semacam itu tidak ada pedoman dalam memilih, tidak ada patokannya.

Untuk pilihan semacam ini, TIDAK ADA PILIHAN BENAR ATAU PILIHAN SALAH, YANG ADA ADALAH KITA PILIH LALU BUKTIKAN BAHWA PILIHAN KITA ITU ADALAH YANG TERBAIK. Pilihan ini sangat bergantung kepada pribadi si pemilih.

Seperti kasus diatas, misalnya di Badu setelah lulus SLTA dia akan kuliah dan dihadapkan pada pilihan untuk masuk jurusan Teknik dan masuk jurusan Sastra. Secara kemapuan si Badu bisa, dilema saat si Badu memilih adalah jika si Badu masuk jurusan Teknik, maka akan banyak lowongan kerja yang menanti, jika si Badu masuk jurusan Sastra lowongan pekerjaan yang menanti tidak sebanyak pada jurusan teknik.

Mungkin kita akan berfikir sebaiknya Badu masuk jurusan teknik saja karena faktor setelah kuliah akan lebih mudah mendapat pekerjaan. Namun begitu, ini belum tentu akan terjadi, belum tentu juga Badu akan mudah mendapat pekerjaan. Begitupun sebaliknya jika si Badu memilih untuk masuk jurusan sastra, belum tentu juga dia akan sulit untuk mendapatkan pekerjaan karena lowongan kerja tidak sebanyak pada jurusan teknik, hal tersebut kembali pada si Badu sendiri bagaimana dia berusaha.

Lalu misalnya si Badu mengambil kuliah di jurusan teknik, dengan segala usaha dan upaya dia belajar dengan giat dan setelah lulus dia pun melamar pekerjaan. Setelah lamaran dikirim dan ternyata ada 2 lokasi pekerjaan yang siap mempekerjakan si Badu, yang 1 ada di kota tempat Badu tinggal dengan gaji yang tidak terlalu besar dan yang 1 lagi berada jauh di pulau seberang namun dengan gaji yang besar.

Bagaimana si Badu akan memilih pekerjaan tersebut? Pilihan ini pun tidak ada jaminan bahwa bekerja di lokasi yang dekat akan lebih baik dari bekerja di lokasi yang jauh, begitupun sebaliknya, tidak ada jaminan bekerja di lokais yang jauh akan lebih baik dari bekerja di lokasi yang dekat. Yang bisa Badu lakukan adalah Badu membuat pilihan lalu Badu buktikan bahwa pilihannya adalah yang terbaik.

Anggaplah Badu memilih untuk bekerja di lokasi yang jauh dengan gaji yang besar, namun ternyata tidak lama kemudian orang tua Badu sakit-sakitan. Dengan kondisi demikian tentu saja si Badu tidak bisa mendampingi orang tua nya saat sakit. Karena Badu tidak mendapat izin dari perusahaan untuk pulang maka di Badu mengeluh dan terbesit “seandainya dulu saya memilih bekerja di perusahaan dekat dengan rumah, pasti di Badu bisa mendampingi orang tua nya saat sakit” ketika ada keluhan dan ada penyesalan itu lah, maka pilihan yang dibuat oleh si Badu dalam memilih pekerjaan adalah bukan yang terbaik. Namun jika keluhan dan penyesalan itu tidak ada makan itu akan tetap menjadi pilihan yang terbaik.

Hadapi setiap konsekuensi dari pilihan dengan sabar dan rasa syukur. Dalam setiap pilihan, syukuri apa yang kita dapatkan, syukuri apa yang terjadi. Jauhkan keluh kesah dari diri kita. Hidup akan tetap indah saat rasa syukur masih bisa kita rasakan, saat kita masih bisa berterima kasih dengan keadaan diri kita, saat semuanya masih bisa dihadapi dengan kesabaran.

gambar : lenidisini.wordpress.com

DIDIK

Beberapa waktu lalu saya banyak liat postingan teman-teman di media sosial mengenai kebijakan Menteri Pendidikan untuk menjadikan sekolah penuh 1 hari. saya hanya melihat judul saja sih gak dibaca juga apa isi dari tautan yang di bagikan teman-teman. tapi mayoritas teman-teman tidak suka dengan kebijakan tersebut. bahkan sudah banyak karya kreatif dalam bentuk meme tersebar didunia maya. Mulai banyak yg membandingkan Indonesia dengan Finlandia atau Jepang dimana di negara tersebut sekolah hanya 5-6 jam per hari, lalu tidak ada PR, tidak ada UN dan lain sebagainya namun mereka unggul di bidang Sumber Daya Manusia (SDM).

lalu sesudahnya muncul pula berita yang mengabarkan bahwa ada pemukulan guru di Makasar, dan ini bukan berita pertama dimana guru menjadi pihak yang teraniaya. sebelumnya ada guru yang dipidanakan karena mencubit seorang siswa dan ada beberapa berita lainya.

melihat hal itu semua, saya jadi agak tergelitik untuk sedikit menulis menyoal pendidikan. Saya memang bukan seorang guru atau pakar dibidang pendidikan, namun saya hanya ingin menuliskan apa yg ada dalam kepala saya saat ini. mohon untuk dikoreksi bila ada yang salah nantinya.

saya mulai terlebih dahulu dari definisi pendidikan.

kata dasar pendidikan adalah didik, didik menurut Kamus Besar Bahas Indonesia berarti "memelihara dan memberi latihan (ajaran, tuntunan, pimpinan) mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran" sedangkan pendidikan "proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan"

Dari definisi diatas kita mendapatkan kata latihan, proses, sikap, tata laku, dewasa dan pengajaran.

dari kata-kata diatas dapat kita ambil kesimpulan bahwa pendidikan adalah sebuah "proses" untuk mendewasakan manusia.

Bagaimana manusia yang dewasa tersebut? Seorang manusia dapat dikatakan dewasa biasanya kita lihat dari cara seseorang bersikap, cara seseorang berkata-kata dan bertingkahlaku. Seorang manusia dewasa perbuatannya tidak seenaknya sendiri perkataannya bijak, dan begitupun tingkahlakunya. Sering kita mendengar bahwa dewasa tidak berhubungan dengan usia. Semakin tua usia seseorang tidak menjamin dia bertambah dewasa.

 Bagaimana cara untuk mendewasakan manusia tersebut? Disanalah letak fungsi dari pengajaran dan pelatihan. Berkenaan dengan pengajaran dan pelatihan, pendidikan tidak hanya tentang transfrer knowledge (pengetahuan) tapi juga tentang transfer value (nilai-nilai). Pengajaran dalam proses pendidikan berfungsi sebagai transfrer knowledge dan pelatihan berfungsi sebagai  transfer value.

Proses itu adalah runtunan perubahan, step demi step perubahan. jadi pendidikan bukanlah suatu hal yg hasilnya bisa instan, bukan hal yang hasilnya langsung dapat dirasakan. Dalam sebuah proses ada tahapan-tahapan yang harus dilalui, ada cara-cara yang terencana, terkonsep dengan jelas. Sehingga hasil dari proses tersebut tidak keluar dari tujuan. Jika nantinya ada hasil yang diluar perencanaan itu akan menjaddi catatan, barangkali ada yang salah dalam proses tersebut.

Dalam hal ini (proses), sangat berkaitan dengan waktu (masa) dan jika berhubungan dengan waktu tentu saja kita harus bersabar untuk mendapatkan hasilnya dan fase-fase yang harus dilewati harus dilewati satu per satu dan jangan berfikir akan ada jalan pintas untuk mendapatkan hasil yang sesuai dengan apa yang seharusnya.

Dalam proses pengajaran perlu bertahap dalam penyampaiannya, seorang pengajar tidak bisa langsung memberikan semua materi langsung secara keselururan. Tentu penyampaian materi haruslah secara bertahap, bab demi bab, karena dengan cara seperti itulah sebuah materi dapat dipahami dengan baik oleh peserta didik.

Begitupun dengan latihan, tentu saja apa yang diharapkan dari sebuah latihan akan langsung terlihat. Latihan berfokus kepada bagaimana peserta didik bisa terlatih, terbiasa dengan hal-hal yang menjadi pokok latihan. Sehingga bisa dengan mudah dilakukan dalam kehidupan sehari-hari.

Berkenaan dengan latihan, seorang atlet sepakbola anggaplah Cristiano Ronaldo, tentulah dia memerlukan waktu yang tidak sedikit untuk bisa menjadi seorang atlet sepakbola dengan penghargaan pemain terbaik dunia. Tentu dia melakukan latihan secara sistemik dan melatih segala aspek yang diperlukan untuk menjadi seorang atlet sepak bola.

Berdasarkan hal diatas, tentu saja seorang peserta didik dalam proses pendidikannya harus melakukan latihan-latihan, pembiasaan-pembiasaan dalam proses pendidikannya. Dan sesuatu hal untuk bisa jadi terlatih dan terbiasa memerlukan waktu yang tidak singkat dan juga butuh ketekunan dalam melakukannya.



Pendidikan  sejatinya adalah pembentukan karakter, pembentukan mental, pembentukan watak objek didik.  Seorang kepala sekolah di negeri seberang sana dalam pembentukan karakter siswa-siswinya mengajarkan kepada siswa-siswa nya untuk tertib dengan cara antri. Antri dalam sebuah kegiatan. Disana para siswa dan siswi belajar untuk tertib dan teratur dan hal banyak hal lain yang jadi transfer value disana seperti menghargai orang lain, kesabaran dan lain sebagainya.

Jadi pegajaran dan pelatihan adalah cara yang tidak akan langsung terlihat hasilnya, butuh kesabaran dan ketekunan baik dari pihak pendidiknya maupun dari pihak peserta didik.

Merujuk kepada beberapa kasus antara guru dan murid diawal tulisan ini, kejadian-kejadian tersebut bukanlah sebuah hal yang kita semua inginkan, bukanlah suatu kejadian yang kita harapkan. Pertanyaannya kenapa hal – hal itu bisa terjadi? Dalam sebuah proses yang hasilnya tidak sesuai dengan apa yang diharapkan, tentunya ada komponen-komponen dalam proses tersebut yang tidak sesuai, ada komponen-komponen yang tidak terprediksi keberadaannya sehingga mengganggu kerja dari proses tersebut dan berakibat kepada hasil yang tidak sesuai dengan apa yang diharapkan.

Telah disebutkan sebelumnya bahwa komponen dalam proses pendidikan adalah pengajaran dan pelatihan. Secara teori jika dua hal ini bisa berjalan dengan baik maka akan mendapatkan hasil yang baik pula. Sehingga kita berkesimpulan bahwa jika yang menjadi outputnya ada adalah sesuatu yang tidak sesuai dengan yang diharapkan, maka tentulah ada yang tidak sesuai yang terjadi pada pengajaran dan pelatihan.

Apa yang tidak sesuai dengan proses pendidikan, tentulah para pendidiklah yang lebih tau. Pendidikan tidak hanya di sekolah, pendidikan juga berlangsung disemua tempat seseorang berada, disemua lingkungan seseorang berada.

Seorang anak mungkin adalah pendengar yang buruk, namun dia adalah peniru yang ulung. Seorang anak akan sangat sering untuk tidak mendengarkan apa yang orang tua/ guru (lingkungan) nya katakan, namun seorang anak akan sangat mudah meniru apa yang terjadi disekitarnya, apalagi jika hal tersebut dia saksikan secara berulang-ulang.

Mari kita sebagai subjek didik (orang tua, guru dan lingkungan) untuk instrospeksi diri, barangkali ada yang salah dengan cara kita mendidik, ada yang salah dengan diri kita yang ditiru oleh anak. Baik itu sikap kita, kata-kata kita maupun prilaku kita sebagai contoh bagi anak.

Marilah kita posisikan diri kita pada posisi masing-masing, guru posisikan diri sebagai guru, orang tua posisikan diri sebagai orang tua. Lalu selanjutnya kita pun saling mengingatkan sebagai subjek didik, barang kali ada yang terletak tidak pada  tempatnya, barangkali ada yang tidak sesuai peruntukannya.

Pendidikan pada prosesnya akan bisa menghasilkan hasil yang sesuai hanya jika pada semua elemen pendidik saling besinergi dalam proses pendidikan. Pendidikan tidak bisa hanya diserahkan kepada guru saja atau orang tua saja. Kedua subjek pendidikan ini adalah yang paling dekat dengan objek didik. Sehingga kedua subjek ini lah yang paling bisa menulis pada kertas putih tersebut.

Kita sepakat bahwa anak seperti kertas putih yang kosong, kertas yang bisa ditulis apa saja, kertas yang bisa dijadikan apa saja.