Beberapa waktu lalu saya banyak liat
postingan teman-teman di media sosial mengenai kebijakan Menteri
Pendidikan untuk menjadikan sekolah penuh 1 hari. saya hanya melihat
judul saja sih gak dibaca juga apa isi dari tautan yang di bagikan
teman-teman. tapi mayoritas teman-teman tidak suka dengan kebijakan
tersebut. bahkan sudah banyak karya kreatif dalam bentuk meme tersebar
didunia maya. Mulai banyak yg membandingkan Indonesia dengan Finlandia
atau Jepang dimana di negara tersebut sekolah hanya 5-6 jam per hari,
lalu tidak ada PR, tidak ada UN dan lain sebagainya namun mereka unggul
di bidang Sumber Daya Manusia (SDM).
lalu sesudahnya muncul pula berita yang
mengabarkan bahwa ada pemukulan guru di Makasar, dan ini bukan berita
pertama dimana guru menjadi pihak yang teraniaya. sebelumnya ada guru
yang dipidanakan karena mencubit seorang siswa dan ada beberapa berita
lainya.
melihat hal itu semua, saya jadi agak
tergelitik untuk sedikit menulis menyoal pendidikan. Saya memang bukan
seorang guru atau pakar dibidang pendidikan, namun saya hanya ingin
menuliskan apa yg ada dalam kepala saya saat ini. mohon untuk dikoreksi bila ada yang salah nantinya.
saya mulai terlebih dahulu dari definisi pendidikan.
kata dasar pendidikan adalah didik,
didik menurut Kamus Besar Bahas Indonesia berarti "memelihara dan
memberi latihan (ajaran, tuntunan, pimpinan) mengenai akhlak dan
kecerdasan pikiran" sedangkan pendidikan "proses pengubahan sikap dan
tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia
melalui upaya pengajaran dan pelatihan"
Dari definisi diatas kita mendapatkan kata latihan, proses, sikap, tata laku, dewasa dan pengajaran.
dari kata-kata diatas dapat kita ambil kesimpulan bahwa pendidikan adalah sebuah "proses" untuk mendewasakan manusia.
Bagaimana manusia yang dewasa tersebut?
Seorang manusia dapat dikatakan dewasa biasanya kita lihat dari cara
seseorang bersikap, cara seseorang berkata-kata dan bertingkahlaku.
Seorang manusia dewasa perbuatannya tidak seenaknya sendiri perkataannya
bijak, dan begitupun tingkahlakunya. Sering kita mendengar bahwa dewasa
tidak berhubungan dengan usia. Semakin tua usia seseorang tidak
menjamin dia bertambah dewasa.
Bagaimana cara untuk mendewasakan
manusia tersebut? Disanalah letak fungsi dari pengajaran dan pelatihan.
Berkenaan dengan pengajaran dan pelatihan, pendidikan tidak hanya
tentang transfrer knowledge (pengetahuan) tapi juga tentang transfer value (nilai-nilai). Pengajaran dalam proses pendidikan berfungsi sebagai transfrer knowledge dan pelatihan berfungsi sebagai transfer value.
Proses itu adalah runtunan perubahan,
step demi step perubahan. jadi pendidikan bukanlah suatu hal yg hasilnya
bisa instan, bukan hal yang hasilnya langsung dapat dirasakan. Dalam
sebuah proses ada tahapan-tahapan yang harus dilalui, ada cara-cara yang
terencana, terkonsep dengan jelas. Sehingga hasil dari proses tersebut
tidak keluar dari tujuan. Jika nantinya ada hasil yang diluar
perencanaan itu akan menjaddi catatan, barangkali ada yang salah dalam
proses tersebut.
Dalam hal ini (proses), sangat berkaitan
dengan waktu (masa) dan jika berhubungan dengan waktu tentu saja kita
harus bersabar untuk mendapatkan hasilnya dan fase-fase yang harus
dilewati harus dilewati satu per satu dan jangan berfikir akan ada jalan
pintas untuk mendapatkan hasil yang sesuai dengan apa yang seharusnya.
Dalam proses pengajaran perlu bertahap
dalam penyampaiannya, seorang pengajar tidak bisa langsung memberikan
semua materi langsung secara keselururan. Tentu penyampaian materi
haruslah secara bertahap, bab demi bab, karena dengan cara seperti
itulah sebuah materi dapat dipahami dengan baik oleh peserta didik.
Begitupun dengan latihan, tentu saja apa
yang diharapkan dari sebuah latihan akan langsung terlihat. Latihan
berfokus kepada bagaimana peserta didik bisa terlatih, terbiasa dengan
hal-hal yang menjadi pokok latihan. Sehingga bisa dengan mudah dilakukan
dalam kehidupan sehari-hari.
Berkenaan dengan latihan, seorang atlet
sepakbola anggaplah Cristiano Ronaldo, tentulah dia memerlukan waktu
yang tidak sedikit untuk bisa menjadi seorang atlet sepakbola dengan
penghargaan pemain terbaik dunia. Tentu dia melakukan latihan secara
sistemik dan melatih segala aspek yang diperlukan untuk menjadi seorang
atlet sepak bola.
Berdasarkan hal diatas, tentu saja
seorang peserta didik dalam proses pendidikannya harus melakukan
latihan-latihan, pembiasaan-pembiasaan dalam proses pendidikannya. Dan
sesuatu hal untuk bisa jadi terlatih dan terbiasa memerlukan waktu yang
tidak singkat dan juga butuh ketekunan dalam melakukannya.
Pendidikan sejatinya adalah pembentukan
karakter, pembentukan mental, pembentukan watak objek didik. Seorang
kepala sekolah di negeri seberang sana dalam pembentukan karakter
siswa-siswinya mengajarkan kepada siswa-siswa nya untuk tertib dengan
cara antri. Antri dalam sebuah kegiatan. Disana para siswa dan siswi
belajar untuk tertib dan teratur dan hal banyak hal lain yang jadi transfer value disana seperti menghargai orang lain, kesabaran dan lain sebagainya.
Jadi pegajaran dan pelatihan adalah cara
yang tidak akan langsung terlihat hasilnya, butuh kesabaran dan
ketekunan baik dari pihak pendidiknya maupun dari pihak peserta didik.
Merujuk kepada beberapa kasus antara
guru dan murid diawal tulisan ini, kejadian-kejadian tersebut bukanlah
sebuah hal yang kita semua inginkan, bukanlah suatu kejadian yang kita
harapkan. Pertanyaannya kenapa hal – hal itu bisa terjadi? Dalam sebuah
proses yang hasilnya tidak sesuai dengan apa yang diharapkan, tentunya
ada komponen-komponen dalam proses tersebut yang tidak sesuai, ada
komponen-komponen yang tidak terprediksi keberadaannya sehingga
mengganggu kerja dari proses tersebut dan berakibat kepada hasil yang
tidak sesuai dengan apa yang diharapkan.
Telah disebutkan sebelumnya bahwa
komponen dalam proses pendidikan adalah pengajaran dan pelatihan. Secara
teori jika dua hal ini bisa berjalan dengan baik maka akan mendapatkan
hasil yang baik pula. Sehingga kita berkesimpulan bahwa jika yang
menjadi outputnya ada adalah sesuatu yang tidak sesuai dengan
yang diharapkan, maka tentulah ada yang tidak sesuai yang terjadi pada
pengajaran dan pelatihan.
Apa yang tidak sesuai dengan proses
pendidikan, tentulah para pendidiklah yang lebih tau. Pendidikan tidak
hanya di sekolah, pendidikan juga berlangsung disemua tempat seseorang
berada, disemua lingkungan seseorang berada.
Seorang anak mungkin adalah pendengar
yang buruk, namun dia adalah peniru yang ulung. Seorang anak akan sangat
sering untuk tidak mendengarkan apa yang orang tua/ guru (lingkungan)
nya katakan, namun seorang anak akan sangat mudah meniru apa yang
terjadi disekitarnya, apalagi jika hal tersebut dia saksikan secara
berulang-ulang.
Mari kita sebagai subjek didik (orang
tua, guru dan lingkungan) untuk instrospeksi diri, barangkali ada yang
salah dengan cara kita mendidik, ada yang salah dengan diri kita yang
ditiru oleh anak. Baik itu sikap kita, kata-kata kita maupun prilaku
kita sebagai contoh bagi anak.
Marilah kita posisikan diri kita pada
posisi masing-masing, guru posisikan diri sebagai guru, orang tua
posisikan diri sebagai orang tua. Lalu selanjutnya kita pun saling
mengingatkan sebagai subjek didik, barang kali ada yang terletak tidak
pada tempatnya, barangkali ada yang tidak sesuai peruntukannya.
Pendidikan pada prosesnya akan bisa
menghasilkan hasil yang sesuai hanya jika pada semua elemen pendidik
saling besinergi dalam proses pendidikan. Pendidikan tidak bisa hanya
diserahkan kepada guru saja atau orang tua saja. Kedua subjek pendidikan
ini adalah yang paling dekat dengan objek didik. Sehingga kedua subjek
ini lah yang paling bisa menulis pada kertas putih tersebut.
Kita sepakat bahwa anak seperti kertas
putih yang kosong, kertas yang bisa ditulis apa saja, kertas yang bisa
dijadikan apa saja.
0 comments:
Posting Komentar