Senin, 04 November 2013

Delapan Kebohongan Seorang Ibu Dalam Hidupnya



Dalam kehidupan kita sehari-hari, kita percaya bahwa kebohongan akan
membuat manusia terpuruk dalam penderitaan yang mendalam, tetapi kisah ini
justru sebaliknya. Dengan adanya kebohongan ini, makna sesungguhnya dari
kebohongan ini justru dapat membuka mata kita dan terbebas dari
penderitaan, ibarat sebuah
energi yang mampu mendorong mekarnya sekuntum bunga yang paling indah di
dunia.
Cerita bermula ketika aku masih kecil, aku terlahir sebagai seorang anak
laki-laki di sebuah keluarga yang miskin. Bahkan untuk makan saja,
seringkali kekurangan. Ketika makan, ibu sering memberikan porsi nasinya
untukku. Sambil memindahkan nasi ke mangkukku, ibu berkata : "Makanlah
nak, aku tidak lapar" ---------- KEBOHONGAN IBU YANG PERTAMA
Ketika saya mulai tumbuh dewasa, ibu yang gigih sering meluangkan waktu
senggangnya untuk pergi memancing di kolam dekat rumah, ibu berharap dari
ikan
hasil pancingan, ia bisa memberikan sedikit makanan bergizi untuk
petumbuhan. Sepulang memancing, ibu memasak sup ikan yang segar dan
mengundang selera. Sewaktu aku memakan sup ikan itu, ibu duduk di
sampingku dan memakan sisa daging ikan yang masih menempel di tulang yang
merupakan bekas sisa tulang ikan
yang aku makan. Aku melihat ibu seperti itu, hati juga tersentuh, lalu
menggunakan sumpitku dan memberikannya kepada ibuku. Tetapi ibu dengan
cepat menolaknya, ia berkata : "Makanlah nak, aku tidak suka makan ikan"
---------- KEBOHONGAN IBU YANG KEDUA
Sekarang aku sudah masuk SMP, demi membiayai sekolah abang dan kakakku,
ibu pergi ke koperasi untuk membawa sejumlah kotak korek api untuk
ditempel, dan hasil tempelannya itu membuahkan sedikit uang untuk menutupi
kebutuhan hidup. Di kala musim dingin tiba, aku bangun dari tempat
tidurku, melihat ibu masih bertumpu pada lilin kecil dan dengan gigihnya
melanjutkan pekerjaannya menempel
kotak korek api. Aku berkata :"Ibu, tidurlah, udah malam, besok pagi ibu
masih
harus kerja." Ibu tersenyum dan berkata :"Cepatlah tidur nak, aku tidak
capek"
---------- KEBOHONGAN IBU YANG KETIGA
Ketika ujian tiba, ibu meminta cuti kerja supaya dapat menemaniku pergi
ujian.
Ketika hari sudah siang, terik matahari mulai menyinari, ibu yang tegar
dan gigih menunggu aku di bawah terik matahari selama beberapa jam. Ketika
bunyi lonceng berbunyi menandakan ujian sudah selesai, Ibu dengan segera
menyambutku
dan menuangkan teh yang sudah disiapkan dalam botol yang dingin untukku.
Teh yang begitu kental tidak dapat dibandingkan dengan kasih sayang yang
jauh lebih
kental. Melihat ibu yang dibanjiri peluh, aku segera memberikan gelasku
untuk ibu sambil menyuruhnya minum. Ibu berkata : "Minumlah nak, aku tidak
haus!" ---------- KEBOHONGAN IBU YANG KEEMPAT
Setelah kepergian ayah karena sakit, ibu yang malang harus merangkap
sebagai ayah dan ibu. Dengan berpegang pada pekerjaan dia yang dulu, dia
harus membiayai kebutuhan hidup sendiri. Kehidupan keluarga kita pun
semakin susah dan susah. Tiada hari tanpa penderitaan. Melihat kondisi
keluarga yang semakin
parah, ada seorang paman yang baik hati yang tinggal di dekat rumahku pun
membantu ibuku baik masalah besar maupun masalah kecil. Tetangga yang ada
di sebelah rumah melihat kehidupan kita yang begitu sengsara, seringkali
menasehati ibuku untuk menikah lagi. Tetapi ibu yang memang keras kepala
tidak
mengindahkan nasehat mereka, ibu berkata : "Saya tidak butuh cinta"
----------KEBOHONGA N IBU YANG KELIMA
Setelah aku, kakakku dan abangku semuanya sudah tamat dari sekolah dan
bekerja,
ibu yang sudah tua sudah waktunya pensiun. Tetapi ibu tidak mau, ia rela
untuk
pergi ke pasar setiap pagi untuk jualan sedikit sayur untuk memenuhi
kebutuhan
hidupnya. Kakakku dan abangku yang bekerja di luar kota sering mengirimkan
sedikit uang untuk membantu memenuhi kebutuhan ibu, tetapi ibu bersikukuh
tidak
mau menerima uang tersebut. Malahan mengirim balik uang tersebut. Ibu
berkata :
"Saya punya duit" ----------KEBOHONGA N IBU YANG KEENAM
Setelah lulus dari S1, aku pun melanjutkan studi ke S2 dan kemudian
memperoleh
gelar master di sebuah universitas ternama di Amerika berkat sebuah
beasiswa di
sebuah perusahaan. Akhirnya aku pun bekerja di perusahaan itu. Dengan gaji
yang
lumayan tinggi, aku bermaksud membawa ibuku untuk menikmati hidup di
Amerika. Tetapi ibu yang baik hati, bermaksud tidak mau merepotkan
anaknya, ia berkata kepadaku "Aku tidak terbiasa" ----------KEBOHONGA N
IBU YANG KETUJUH Setelah memasuki usianya yang tua, ibu terkena penyakit
kanker lambung, harus dirawat di rumah sakit, aku yang berada jauh di
seberang samudra atlantik langsung segera pulang untuk menjenguk ibunda
tercinta. Aku melihat ibu yang terbaring lemah di ranjangnya setelah
menjalani operasi. Ibu yang keliatan sangat tua, menatap aku dengan penuh
kerinduan. Walaupun senyum yang tersebar di wajahnya terkesan agak kaku
karena sakit yang ditahannya. Terlihat dengan jelas betapa penyakit itu
menjamahi tubuh ibuku sehingga ibuku terlihat lemah dan kurus kering. Aku
sambil menatap ibuku sambil berlinang air mata. Hatiku perih, sakit sekali
melihat ibuku dalam kondisi seperti ini. Tetapi ibu dengan
tegarnya berkata : "Jangan menangis anakku, aku tidak kesakitan"
----------KEBOHONGA N IBU YANG KEDELAPAN.
Setelah mengucapkan kebohongannya yang kedelapan, ibuku tercinta menutup
matanya untuk yang terakhir kalinya.
Dari cerita di atas, saya percaya teman-teman sekalian pasti merasa
tersentuh dan ingin sekali mengucapkan : " Terima kasih ibu ! " Coba
dipikir-pikir teman,
sudah berapa lamakah kita tidak menelepon ayah ibu kita? Sudah berapa
lamakah kita tidak menghabiskan waktu kita untuk berbincang dengan ayah
ibu kita? Di tengah-tengah aktivitas kita yang padat ini, kita selalu
mempunyai beribu-ribu
alasan untuk meninggalkan ayah ibu kita yang kesepian. Kita selalu lupa
akan ayah dan ibu yang ada di rumah.
Jika dibandingkan dengan pacar kita, kita pasti lebih peduli dengan pacar
kita.
Buktinya, kita selalu cemas akan kabar pacar kita, cemas apakah dia sudah
makan
atau belum, cemas apakah dia bahagia bila di samping kita. Namun, apakah
kita semua pernah mencemaskan kabar dari ortu kita? Cemas apakah ortu kita
sudah makan atau belum? Cemas apakah ortu kita sudah bahagia atau belum?
Apakah ini benar? Kalau ya, coba kita renungkan kembali lagi. Di waktu
kita masih mempunyai kesempatan untuk membalas budi ortu kita, lakukanlah
yang terbaik. Jangan sampai ada kata "MENYESAL" di kemudian hari.





*Gambar http://makarrak.blogspot.com

0 comments:

Posting Komentar