Petualangan di Alahan Panjang

............................................................

Hijau itu Asri

Potret sebuah kehijauan saat dalam perjalanan di kampung halaman.

Kawah Gunung Sitinjau

Disini terdapat sebuah legenda, Legenda tentang Bujang Sambilan

Sungai Janiah dari Bukik Tanjua

Hamparan sebuah Keindahan Kampung Halaman

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

Welcome to our website. Neque porro quisquam est qui dolorem ipsum dolor.

Lorem ipsum eu usu assum liberavisse, ut munere praesent complectitur mea. Sit an option maiorum principes. Ne per probo magna idque, est veniam exerci appareat no. Sit at amet propriae intellegebat, natum iusto forensibus duo ut. Pro hinc aperiri fabulas ut, probo tractatos euripidis an vis, ignota oblique.

Ad ius munere soluta deterruisset, quot veri id vim, te vel bonorum ornatus persequeris. Maecenas ornare tortor. Donec sed tellus eget sapien fringilla nonummy. Mauris a ante. Suspendisse quam sem, consequat at, commodo vitae, feugiat in, nunc. Morbi imperdiet augue quis tellus.

Senin, 28 Oktober 2024

Warisan

 Berikan warisan kepada orang-orang yang berhak menerimanya dan sisanya untuk orang laki-laki yang paling berhak.” (Muttafakun alaih)

 

Berdasarkan Hadits di atas, dapat dimaknai bahwa warisan adalah berpindahnya hak dan kewajiban atas segala sesuatu baik harta maupun tanggungan dari orang yang telah meninggal dunia kepada keluarganya yang masih hidup. “Dan untuk tiap orang kami adakan ahli waris dari peninggalan ibu bapak dan karib kerabat yang terdekat dan orang-orang yang telah terikat janji setia dengan kamu, maka barikanlah kepada mereka bagiannya. Sesungguhnya Allah menyaksikan sesuatu.” (QS. 4/An Nisa’:33) .

 

Islam sebagai ajaran yang universal mengajarkan tentang segala aspek kehidupan manusia,termasuk dalam hal pembagian harta warisan. Islam mengajarkan tentang pembagian harta warisan dengan seadil - adilnya agar harta menjadi halal dan bermanfaat serta tidak menjadi malapetaka bagi keluraga yang ditinggalkannya. Dalam kehidupan di masyaraakat, tidak sedikit terjadi perpecahan, pertikaian, dan pertumpahan darah akibat perebutan harta warisan.

 

Pembagian harta warisan di dalam islam diberikan secara detail, rinci, dan seadil-adilnya agar manusia yang terlibat didalamnya tidak saling bertikai dan bermusuhan. Dengan adanya system pembagian harta warisan tersebut menunjukan bahwa islam adalah agama yang tertertib,teratur dan damai.

 

Karena sensitif atau rawannya masalah harta warisan itu, maka dalam agama islam ada ilmu faraid, yaitu ilmu yang mempelajari tentang warisan dan perhitungannya. Salah satu dari tujuan ilmu tersebut adalah tidak terjadi perselisihan atau perpecahan.

 

 

 

I.    Pihak-Pihak yang Berhak Menerima Warisan

 

Sementara itu, pihak-pihak yang berhak menerima warisan di antaranya :

 

A. Ahli waris laki-laki ada 15 orang, yaitu sebagai berikut:

 

1.   Anak laki-laki

 

2.   Cucu laki-laki dari anak laki-laki dan terus kebawah

 

3.   Bapak

 

4.   Kakak dari bapak dan terus keatas

 

5.   Saudara laki-laki sekandung

 

6.   Saudara laki-laki sebapak

 

7.   Saudara laki-laki seibu

 

8.   Anak laki-laki saudara laki-laki kandung

 

9.   Anak laki-laki saudara laki-laki sebapak

 

10. Paman yang sekandung dengan bapak

 

11. Paman yang sebapak dengan bapak

 

12. Anak laki-laki paman yang sekandung dengan bapak

 

13. Anak laki-laki paman yang sebapak dengan bapak

 

14. Suami

 

15. Laki-laki yang memerdekakan si pewaris

 

 

 

(Keterangan no.1 – 13 berdasarkan pertalian darah. Jika lima belas orang itu ada, maka yang dapat menerima hanya tiga, yaitu anak laki-laki, suami, dan bapak ).

 

 

 

B.   Ahli waris perempuan ada 10, yaitu sebagai berikut:

 

1.   Anak perempuan

 

2.   Cucu perempuan dari anak laki-laki

 

3.   Ibu

 

4.   Nenek dari ibu

 

5.   Nenek dari bapak

 

6.   Saudara perempuan kandung

 

7.   Saudara perempuan bapak

 

8.   Saudara perempuan seibu

 

9.   Istri

 

10. Wanita yang memerdekakan si pewaris

 

 

 

(Keterangan no.1 - 8 berdasarkan pertalian darah. Jika 10 orang itu ada, maka yang berhak mendapat warisan hanya lima orang yaitu, Istri, anak perempuan, ibu, cucu perempuan, dan saudara perempuan kandung). Jika 25 ahli waris itu ada, maka yang bisa menerimanya hanya lima orang yaitu, suami atau istri, ibu, bapak, anak laki-laki dan anak perempuan.

 

 

 

II.  Permasalahan Dalam Pelaksanaan Pembagian Warisan

 

1. Al-Aul

 

Al-Aul artinya bertambah. Dalam ilmu Faraidh istilah Al-Aul diartikan bagian-bagian yang harus diterima oleh ahli waris lebih banyak dari pada asal masalahnya, sehingga asal masalahnya harus ditambah atau diubah. Sebagai contoh untuk masalah ini adalah :

 

Ahli waris terdiri dari istri, ibu, dua saudara perempuan kandung dan seorang saudara seibu. Harta peninggalan Rp 45.000.000,-. Maka bagian masing-masing ahli waris tersebut adalah istri 1/4  ; ibu 1/6, dua saudara perempuan kandung 2/3 dan saudara saibu 1/6. asal masalahnya 12.

 

Istri                                          = 1/4 x 12  =   3

 

Ibu                                           = 1/6 x 12  =   2

 

2 saudara (pr) kandung                       = 2/3 x 12  =   8

 

Seorang saudara seibu             = 1/6 x 12  =   2

 

Jumlah                                      = 15

 

Asal masalahnya 12, sedangkan jumlah bagian 15, maka asal masalah dinaikkan menjadi 15. cara penghitungan akhirnya :

 

Istri                                          = 3/15 x 45.000.000,-    =          9.000.000,-

 

Ibu                                           = 2/15 x 45.000.000,-    =          6.000.000,-

 

2 saudara (pr) kandung                       = 8/15 x 45.000.000,-    =        24.000.000,-

 

1    saudara seibu                     = 2/15 x 45.000.000,-    =         6.000.000,-

 

Jumlah                                     = 45.000.000,-

 

 

 

2. Ar-Radd

 

Ar-Radd (ar-raddu) yaitu : “mengembalikan”. Menurut istilah faraidh ialah membagi sisa harta warisan kepada ahli waris menurut pembagian masing-masing mnerima bagiannya. Ar-Radd dilakukan karena setelah  harta diperhitungkan untuk ahli waris ternyata masih terdapat sisa, sedangkan tidak ada ‘ashobah. Maka harta yang tersisa tersebut dibagikan kepada ahli-waris yang ada kecuali suami atau isteri.

 

Sebagai contoh untuk masalah ini adalah sebagai berikut :

 

Ahli waris terdiri dari seorang anak perempuan dan ibu. Bagian anak perempuan adalah 1/2 dan ibu 1/6. asal masalahnya berarti 6.

 

Anak perempuan                     = 1/2 x 6          = 3

 

Ibu                                           = 1/6 x 6          = 1

 

Jumlah                                     = 4

 

Asal masalah (KPT/KPK)  adalah 6, sedangkan jumlah bagian 4. maka penyelesaian dengan radd asal masalahnya dikembalikan kepada 4. sehingga cara penyelesaian akhirnya adalah :

 

Anak perempuan                     = 3/4 x harta warisan     =…

 

Ibu                                           = 1/4 x harta warisan     =…

 

Cara penyelesaian diatas adalah apabila tidak ada suami atau istri. Apabila ada suami atau istri, cara penyelesaiannya adalah sebagai berikut;

 

Seseorang   meninggal dengan meninggalkan harta sebesar Rp 18.000.000,-. Ahli warisnya terdiri dari istri, dua orang saudara seibu dan ibu. Bagian istri 1/4, dua orang saudara seibu 1/3 dan ibu 1/6. asal masalahnya adalah 12.

 

Istri                                          = 1/4  x 12        = 3

 

Dua saudara seibu                   = 1/3 x 12        = 4

 

Ibu                                           = 1/6 x 12        = 2

 

Jumlah bagian                         = 9

 

Karena ada istri, maka sebelum siswa warisan dibagikan, hak untuk istri diambil dulu dengan menggunakan asal maslah sebagai pembagi.

 

Maka untuk istri = 3/12 x  Rp. 18.000.000,- =  Rp 4.500.000,-.

 

Sisa warisan setelah diambil adalah 18.000.000, -  4.500.000,- = 13.500.000,- dibagi kepada dua saudara seibu dan ibu, dengan cara bilangan oembaginya adalah jumlah perbandingan kedua pihak ahli aris, maka 4+2 = 6. jadi bagian masing-masing adalah :

 

Dua sudara seibu                     = 4/6 x Rp. 13.500.000,-            = Rp.   9.000.000,-

 

Ibu                                           = 2/6 x Rp. 13.500.000,-            = Rp.   4.500.000,-

 

Jumlah                                     = Rp. 13.500.000,-

 

Maka dapat diketahui bagian masing masing ahli waris tersebut.

 

 

 

3. Gharawain

 

Gharawain artinya dua yang terang, yaitu dua masalah yang terang cara  penyelesaiannya yaitu :

 

a.   Pembagian warisan jika ahli warisnya suami, ibu dan bapak

 

b.   Pembagian warisan jika ahli warisnya istri, ibu dan bapak

 

Dua masalah tersebut berasal dari Ali bin Abi Thalib dan Zaid bin Tsabit. Kemudian  disepakati oleh jumhur fuqaha. Dua hal tersebut diatas dianggap sebagai masalah karena jika di bagi dengan perhitungan yang umum, bapak memperoleh lebih kecil dari pada ibu. Untuk itu dipakai pedoman penghitungan khusus sebagaimana dibawah ini :

 

Untuk masalah pertama maka bagian masing-masing adalah suami 1/2, ibu 1/3 sisa (setelah diambil suami) dan bapak ‘ashobah. Misalkan harta peninggalannya adalah Rp. 30.000.000,-. Maka cara pembagiannya dalah sebagai berikut :

 

suami 1/2 x Rp. 30.000.000,-  = Rp. 15.000.000,- sisanya adalah Rp. 15.000.000,-

 

ibu 1/3 x Rp.15.000.000,-       = Rp. 5.000.000,-

 

Bapak (‘ashobah)                    = Rp. 10.000.000,-

 

Jumlah                                     = Rp. 30.000.000,-

 

(dan begitu pula untuk pembagian pada masalah ke-2 yakni dengan ahli waris istri 1/4, ibu 1/3 sisa (setelah diambil hak istri) dan bapak ‘ ashobah)

 

 

 

4. Masalah Musyarakah

 

Musyarakah atau Musyarikah ialah yang diserikatkan. Yaitu jika ahli waris yang dalam perhitungan mawaris memperolah warisan akan tetapi tidak memperolehnya, maka ahli waris tersebut disyarikatkan kepada ahli waris lain yang memperolah bagian.

 

Masalah ini terjadi pada ahli waris terdiri dari suami, ibu, 2 orang saudara seibu dan saudara laki-laki sekandung, yang jika dihitung menurut perhitungan semestinya mengakibatkan saudara laki-laki sekandung tidak memperoleh warisan. Dalam masalah ini. Menurut Umar, Utsman, dan Zaid yang diiuti oleh Imam Tsauri, Syafe’i dan lain-lain, pembagian tersebut tidak adil.

 

Maka, untuk pemecahannya saudara kandung disyarikatkan dengan saudara seibu didalam baigiannya yang 1/3. sehingga penyelesaian tersebut dapat diketahui dalam pembagian berikut :

 

Suami   1/2       = 3/6 = 3

 

Ibu       1/6        = 1/6 = 1

 

Dua orang saudara seibu dan saudara (lk) sekandung         1/3 = 2/6 = 2

 

Jumlah              = 6.

 

Bagian saudara seibu dan saudara laki-laki sekandung dibagi rata, meskipun diantara mereka ada        ahli waris laki-laki maupun perempuan.

 

 

 

5. Masalah Akdariyah

 

Akdariyah artinya mengeruhkan atau menyusahkan, yaitu kakek menyusahkan saudara perempuan dalam pembagian warisan. Masalah ini terjadi jika ahli waris terdiri suami, ibu, saudara perempuan kandung/sebapak dan kakek.

 

Bila diselesaikan dalam kaidah yang umum, maka dapat diketahui bahwa kakek bagian lebih kecil dari pada saudara perempuan. Padahal kakek dan saudara perempuan mempunyai keduduka yang sama dalam susunan ahli waris. Bahakn kakek adalah garis laki-laki, yang biasanya memperoleh bagian lebih besar dari pada perempuan, maka dalam masaah ini terdapat tiga pendapat dalam penyelesaiannya, yaitu :

 

a.   Menurut pendapat Abu Bakar ra. Saudara perempuan kandung/sebapak mahjub oleh kakek. Sehingga bagia yang diperoleh  oleh masing-masing ahli waris adalah suami 1/4, ibu 1/3,  kakek ‘ashobah, dan saudara perempuan terhijab hirman.

 

b.   Menurut pandangan Umar bin Khatib dan Ibn Mas’ud, untuk memecahkan masalah diatas, amak bagian ibu dikurangi dari 1/3 menjadi 1/6, untuk menghindari agar bagian ibu dikurangi dari 1/3 menjadi 1/6, untuk menghindari agar bagian ibu tidak lebih besar dari pada bagian kakek. Sehingga bagian yang doioerolah masing-masing ahli waris adalah suami 1/2, ibu 1/6, saudara perempuan ½ dan kakek 1/6. diselesaikan dengan Aul.

 

c.   Menurut pendapat Zaid bin Tsabit, yaitu dengan cara menghimpun bagian saudara perempuan dan kakek, lalu membaginya dengan prinsip laki-laki memperolah dua kali bagian perempuan. Sebagaimana jatah pembagian umum, saudara perempuan 1/2 dan kakek 1/6. 1/2 dan 1/6 digabungkan lalu dibagikan untuk berdua dengan perbandingan pembagian saudara perempuanndan kakek = 2 : 1.

 

 

 

A.  Hal-hal yang berkenaan dengan harta Peninggalan

 

Beberapa masalah yang berkaitan dengan harta yang terlebih dahulu wajib ditunaikan oleh ahli waris sepeninggal seorang muslim yang meniggalkan harta, yaitu:

 

 

  • Biaya penyelenggaratan Jenazah

 

  • Pelunasan hutang

 

  • pelaksanaan wasiat

 

 

 

 

B.  Penetapan Ahli Waris yang Mendapat Bagian (Itsbatul Waris)

 

Dalam Itsabatul Waris ini harus dilakukan dengan mengikuti langkah-langkah berikut ini :

 

 

  • Meneliti siapa saja yang menjadi ahli waris, baik karena hubungan kerabat, pernikahan maupun karena  sebab lainnya.

 

  • Meneliti siapa saja yang terhalang menerima warisan. Misalnya karena membunuh atau atau beda agama.

 

  • Meneliti ahli waris yang dapat terhijab.

 

  • Menetapkan ahli waris yang berhak menerima warisan, setelah melakukan perhitungan yang tepat tentang jumlah harta peniggalan almarhum/almarhumah.

 

 

 

 

C.  Cara Pembagian Sisa Harta

 

Yang dimaksud  dengan sisa harta warisan adalah :

 

 

  • Sisa harta setelah semua ahli waris menerima bagiannya

 

  • Sisa harta karena orang yang meninggal tidak mempunyai ahli waris

 

 

Didalam menyelesaikan masalah diatas menurut para ulama dalah sebagai berikut :

 

a)   Jumhur sahabat,  Imam Abu Hanifah, Imam Ahmad dan ulama Syi’ah berpendapat :

 

1)   dibagikan kembali kepada dzawil furudh selain suami/istri dengan jalan radd.

 

2)   Bila tidak ada ahli waris, maka harta warisan diberikan kepada  dzawil arham.

 

3)   Bila dzawil arham pun tidak ada, maka harta peniggalan diserahkan ke baitul mall.

 

b)   Imam Malik, Iamam Syafe’i, Al-Auza’i dan lain-lain berpendapat bahwa sisa harta warisan, baik setelah ahli waris mendapatkan  bagiannya maupun karena tidak ada ahli waris, tidak boleh diselesaikan dengan jalan radd maupun diserahkan ke dzawil arham, tetapi harus diserahkan ke baitul mall untuk kepentingan umat islam.

 

 

 

D.  Bagian Anak dalam Kandungan

 

Beberapa permasalahan yang menyangkut dengan anak yang masih berada dalam kandungan yaitu :

 

 

  • Apakah janin yang masih dalam kandungan tersebut ada hubungan kekrabatan yang sah dengan si mati, maka perlu diperhatikan tenggang waktu anara akad nikah dengan usia kandungan.

 

  • Belum bisa dipastikan jenis keamin dan jumlah bayi yang ada dalam kandungan tersebut.

 

  • Belum bisa dipastikan, apakah janin tersebut akan lahir dalam keadaan hidup atau mati.

 

  • Jika harta warisan dibagikan maka akan menimbulkan kemungkinan-kemungkinan yang bisa saja terjadi.

 

 

Bayi yang lahir dalam keadaan hidup, mempunyai hak warisan dari ayahnya yang meninggal. Sabda Rasulullah saw. :“Jika anak yang dilahirkan berteriak, mak ia diberi warisan”

 

Jalan Keluar dalam masalah ini adalah :

 

 

  • para ahli waris yang ada boleh mengambil bagian dengan jumlah paling minimal dari kemungkinan-kemngkinan yang bisa terjadi.

 

  • Apabila harta warisan dapat dijaga dan pembagianya tidak mendesak, maka pembagian warisan ditunda sampai bayi lahir.

 

 

E.  Bagian Orang Yang Hilang

 

Yang dimaksud dengan orang yang hilang disini ialah yang tidak diketahui keberadaannya dalm jangka waktu yang relatif lama. Orang yang hilang tersebut bisa sebagai muwaris maupun ahli waris, maka dapat ilaksanakan sebagai berikut :

 

Apabila kedudukannya sebagai Muwarits

 

 

  • Harta yang hilang sebaiknya ditahn sampai ada kepastian keberadaannya atau kepastian tentang hidup atau matinya

 

  • Ditunggu sampai batas usia manusia pada umumnya. Menurut Adul Hakim ditunggu sampai batas usia kurang 70 tahun.

 

 

Apabila kedudukannya sebagai ahli waris

 

Harta warisan dibagikan, dan ia (orang yang hilang) diberikan bagian sebagaimana bagian semestinya dan diberikan bila ia masih hidup atau datang. Dan diserahkan kepada ahli waris lain bila ia sudah meninggal.

 

 

 

F.   Bagian orang yang meninggal bersama-sama

 

Orang yang meninggal secara bersamaan yang disebabkan oleh penyebab-penyebab tertentu, tidak saling waris mewarisi baik ada hubungan kekerabatan maupun pernikahan. Sebab adanya saling waris mewarisi ialah adanya al –muwarits yang sudah meninggal dunia dan al-Warits yang masih hidu. Pendapat ini dipegang oleh Abu Bakar dan Umar, lalu diikuti oleh jumhur Fuqaha. Antara lain Imam Malik, Imam Syafe’i, Imam Abu Hanifah dan lain-lain.

 

 

 

      Hikmah Pembagian Warisan

 

a.   Menghindari terjadinya persengketaan dalam keluarga karena maslah pembagian harta warisan

 

b.   Menghidari timbulnya fitnah. Karena pembagian harta warisan yang tidak benar

 

c.   dapat mewujudkan keadilan dalam keluarga, yang kemudian berdampak psitif bagi keadilan dalm masyarakat

 

d.   Memperhatikan orang-orang yang terkena musibah karena ditinggalkan oleh anggota keluarganya

 

e.   Menjunjung tinggi hukum Allah dan Sunnah Rasulullah.

 

 

(dari berbagai sumber)

Perang Padri Sebagai Revolusi Rakyat Minang Kabau Dalam Memeluk Agama Islam

 

Perang padri dikenal sebagai perang saudara yang akirnya menjadi perang melawan pemerintahan Hindia belanda atau lebih dikenal sebagai kolonial belanda, perang ini berlansung pada tahun 1803 sampai 1838 di daerah Sumatera barat dan sekitarnya terutama di daerah kerajaan pagaruyuang, daerah kerajaan pagaruyuang ini terletak dalam wilayah kabupaten tanah datar.

            Perang Padri dilatarbelakangi oleh kepulangan tiga orang Haji dari Mekkah sekitar tahun 1803, yaitu Haji Miskin, Haji Sumanik dan Haji Piobang yang ingin memperbaiki syariat Islam yang belum sempurna dijalankan oleh masyarakat Minangkabau. Mengetahui hal tersebut, Tuanku Nan Renceh sangat tertarik lalu ikut mendukung keinginan ketiga orang Haji tersebut bersama dengan ulama lain di Minangkabau, kemudian meminta Tuanku Lintau untuk mengajak Yang Dipertuan Pagaruyung Sultan Arifin Muningsyah beserta Kaum Adat untuk meninggalkan beberapa kebiasaan yang bertentangan dengan ajaran agama Islam. Dalam beberapa perundingan tidak ada kata sepakat antara Kaum Padri dengan Kaum Adat. Seiring itu beberapa nagari dalam Kerajaan Pagaruyung bergejolak

Perang ini karena adanya pertikaian antara pemuka agama yang lebih dikenal dengan kaum padri dengan masyarakat adat (masyarakat adat minang kabau), masyarakat adat masih belum meninggalkan kebiasaan lama mereka seperti sabung ayam, judi, minuman keras, dan hal lain yang di haramkan dalam agama islam, padahal masyarakat adat telah memeluk agama islam, karena enggannya masyarakat adat untuk meninnggalkan kebiasaan tersebut sehingga memicu kaum padri untuk menegakan amar ma’ruf nahi mungkar.

            Berbagai cara telah di tempuh kaum padri untuk mengajak masyarakat adat meninggalkan perbuatan maksiat dan mengikuti syariah islam, hingga akirnya berkecimuklah perang pada tahun 1803, Puncaknya pada tahun 1815, Kaum Padri dibawah pimpinan Tuanku Pasaman menyerang Kerajaan Pagaruyung dan pecahlah peperangan di Koto Tangah. Serangan ini menyebabkan Sultan Arifin Muningsyah terpaksa menyingkir dan melarikan diri dari ibu kota kerajaan, kaum padri berhasil menekan kaum adat, kaum padri yang di pimpin oleh  Tuanku Nan Renceh, Tuanku Pasaman, Tuanku Rao, Tuanku Tambusai, Tuanku lintau, Tuanku Mansiangan, Tuanku Pandai Sikek, dan Tuanku Barumun, atau lebih di kenal dengan sebutan Harimau nan Salapan,

            Kepemimpinan Harimau nan Salapan hampir membawa kaum padri kepada kemengan dalam perang ini, dan ketika kaum adat yang mulai terdesak meminta bantuan pada pemerintah hindia belanda( kolonial belanda) pada tahun 1821, Pada tanggal 4 Maret 1822, pasukan Belanda dibawah pimpinan Letnan Kolonel Raaff berhasil memukul mundur Kaum Padri keluar dari Pagaruyung. Kemudian Belanda membangun benteng pertahanan di Batusangkar dengan nama Fort Van der Capellen, sedangkan Kaum Padri menyusun kekuatan dan bertahan di Lintau. Pada tanggal 10 Juni 1822 pergerakan pasukan Raaff di Tanjung Alam dihadang oleh Kaum Padri, namun pasukan Belanda dapat terus melaju ke Luhak Agam. Pada tanggal 14 Agustus 1822 dalam pertempuran di Baso, Kapten Goffinet menderita luka berat kemudian meninggal dunia pada 5 September 1822. Pada bulan September 1822 pasukan Belanda terpaksa kembali ke Batusangkar karena terus tertekan oleh serangan Kaum Padri yang dipimpin oleh Tuanku Nan Renceh.

            Mendapat tambahan pasukan pada 13 April 1823, Raaff mencoba kembali menyerang Lintau, namun Kaum Padri dengan gigih melakukan perlawanan, sehingga pada tanggal 16 April 1823 Belanda terpaksa kembali ke Batusangkar. Sementara pada tahun 1824 Yang Dipertuan Pagaruyung Sultan Arifin Muningsyah kembali ke Pagaruyung atas permintaan Letnan Kolonel Raaff, namun pada tahun 1825 Yang Dipertuan Pagaruyung Sultan Arifin Muningsyah raja terakhir Minangkabau ini wafat dan kemudian dimakamkan di Pagaruyung.

            Pada 15 November 1825, Pemerintah Hindia Belanda di saat bersamaan juga berperang di daerah eropa dan jawa (perang dipenogoro) merasa kesulitan menundukan kaum padri yang waktu itu di pimpin oleh Tuanku Imam Bonjol, kewalahan terhadap perang lain dan habisnya dana pemerintah belanda berdamai dengan kaum padri yang di kenal dengan perjanjian Masang.

            Selama periode gencatan senjata, Tuanku Imam Bonjol mencoba memulihkan kekuatan dan juga mencoba merangkul kembali Kaum Adat. Sehingga akhirnya muncul suatu kompromi yang dikenal dengan nama "Plakat Puncak Pato" di Bukit Marapalam, Kabupaten Tanah Datar yang mewujudkan konsensus (kesepakatan) bersama Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah yang artinya adat Minangkabau berlandaskan kepada agama Islam, sedangkan agama Islam berlandaskan kepada Al-Qur'an. hal ini menjadi puncak revolusi islam dalam adat minang kabau.

            Kesepakatan bersama Adat basandi syarak, syarak basandi kitabbullah ini bisa di katakan sebuah kemengan bagi kaum padri, perang saudara yang berlangsung dari tahun 1803 hingga tahun 1821 tentu merugikan pihak kaum Padri maupun Kaum adat, kerguian dalam hal harta maupun korban jiwa tidak bisa di hindari oleh kedua belah pihak. Berdasarkan latar belakang ini membuat adat minang kabau berubah dan menjari berdasarkan syariat islam, sehingga perbuatan maksiat mulai tinggalkan oleh masyarakat.

            Setelah berakhirnya perang Diponegoro dan pulihnya kekuatan Belanda di Jawa, Pemerintah Hindia Belanda kembali mencoba untuk menundukan Kaum Padri. Hal ini sangat didasari oleh keinginan kuat untuk penguasaan penanaman kopi yang sedang meluas di kawasan pedalaman Minangkabau, Untuk melemahkan kekuatan lawan, Belanda melanggar perjanjian yang telah dibuat sebelumnya dengan menyerang nagari Pandai Sikek yang merupakan salah satu kawasan yang mampu memproduksi mesiu dan senjata api. Kemudian untuk memperkuat kedudukannya, Belanda membangun benteng di Bukittinggi yang dikenal dengan nama Fort de Kock.

            Pada tanggal 11 Januari 1833 beberapa kubu pertahanan dari garnisun Belanda diserang secara mendadak oleh kaum padri dan masyarakat adat yang telah bersatu, menyadari kini Belanda bukan hanya menghadapi Kaum Padri saja, tetapi secara keseluruhan masyarakat Minangkabau. Maka Pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1833 mengeluarkan pengumuman yang disebut "Plakat Panjang" berisi sebuah pernyataan bahwa kedatangan Belanda ke Minangkabau tidaklah bermaksud untuk menguasai negeri tersebut, mereka hanya datang untuk berdagang dan menjaga keamanan, penduduk Minangkabau akan tetap diperintah oleh para penghulu mereka dan tidak pula diharuskan membayar pajak. Kemudian Belanda berdalih bahwa untuk menjaga keamanan, membuat jalan, membuka sekolah, dan sebagainya memerlukan biaya, maka penduduk diwajibkan menanam kopi dan mesti menjualnya kepada Belanda.

            pada tahun 1837 Benteng Bonjol dapat dikuasai Belanda, dan Tuanku Imam Bonjol berhasil ditipu dan ditangkap, tetapi peperangan ini masih berlanjut sampai akhirnya benteng terakhir Kaum Padri, di Dalu-Dalu (Rokan Hulu), yang waktu itu telah dipimpin oleh Tuanku Tambusai jatuh pada 28 Desember 1838 Jatuhnya benteng tersebut memaksa Tuanku Tambusai mundur, bersama sisa-sisa pengikutnya pindah ke Negeri Sembilan di Semenanjung Malaya, dan akhirnya peperangan ini dianggap selesai kemudian Kerajaan Pagaruyung ditetapkan menjadi bagian dari Pax Netherlandica dan wilayah Padangse Bovenlanden telah berada di bawah pengawasan Pemerintah Hindia Belanda.

            Dalam sejarah perang padri ini kita dapat melihat untuk menjadikan masyarakat minang kabau sepenuhnya menjadi pemeluk agama islam yang baik harus di bayar mahal, bahkan setelah kejayaan islam dalam ranah minang belanda mencoba merobohkannya, tidak sepenuhnya ditaklukan akan tetapi setelah penaklukan membuat rakyat minangkabau tetap menjadikan syariat islam sebagai dasar meraka. Membuat adat minangkabau lebih baik dan lebih berkembang di banding dengan sebelum menjadikan islam dasar adat mereka, peraturan adat yang berlawanan dengan syariat agama islam di hapuskan, lahirnya kebiasaan baru seperti kasurau bagi pemuda minang, pakaian yang menutup aurat, dan meninggalkan kegiatan maksiat seperti sabung ayam, judi, minuman keras.

            Hendaknya sejarah perang padri ini membuat masyarakat Minangkabau saat ini menyadari betapa pentingnya penegakan agama islam, yang bisa kita lihat pada masa ini terjadi pemerosotan dan penyalahangunaan adat oleh oknum-oknum niniak mamak adat, tidak tegasnya peraturan adat pada saat ini. lebih miris lagi semenjak gempa bumi tahun 2009 banyak masyarakat minangkabau yang murtad atau berpindah agama. hal ini tidak hanya menjadi dosa bagi orang yang murtad, akan tetapi mereka juga tidak menghargai perjuangan pendahalu mereka dalam penegakan agama islam di daerah minangkabau.

            Semoga dengan tulisan ini membuat masyarakat minang bisa “mambangkik batang tarandam” atau kembali bangkit ke kejayaan islam dan kejayaaan sumatera barat, karna di masa lalu banyak tokoh yang mengharumkan sumatera barat dan minangkabau seperti Buya Hamka, Tan Malaka, M. Yamin, Rasuna Said, Adinegoro, M. Natsir dan masih banyak tokoh yang lain yang berpengaruh yang lahir di minangkabau ini.

Oleh : Trio Putra Azwar

Sabtu, 13 Juli 2024

Mengenal Perjanjian dan Kontrak



Perjanjian adalah salah satu sumber perikatan. Dalamkehidupansehari-hari, manusia sering melakukan perjanjian baik disengaja maupun tidak disengaja dilakukanya. Perjanjian pada dasarnya adalah suatu hubungan yang terjadi antara pihak yang terlibat.

Dalam pasal 1313 KUH  Pedata dijelaskan bahwa perjanjian adalah “Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan di mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.”

Banyak ahli berpendapat bahwa definisi dari pengertian perjanjian yang terkandung dalam pasal 1313 KUH  Perdata masih tidak jelas dan masih terlalu luas pengertian dari perjanjian tersebut tidak lengkap karena hanya mengenai perjanjian sepihak saja, diketahui dalam perumusan kalimat “satu orang  atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih”. Pengertian yang terpapar atau yang bias ditangkap dalam perumusan tersebut bias dimasukkan perjanjian kawin, yang mana perjanjian kawin tersebut dalam bidang hokum kekeluargaan, sedangkan pasal 1313  KUH Perdata ini bermaksud atau bertujuan, hubungan antara kreditur dan debitur yang saling mengikatkan diri dalam bidang hokum kekayaan. Perjanjian dalam pasal ini hanya bersifat kebendaan dan bukan perjanjian terhadap perorangan.

Dari kelemahan-kelemahan atau pengertian perjanjian yang masih belum terlalu jelas dan masih terlalu luas, dapat dikatakan, bahwa seharusnya rumusan perjanjian tersebut adalah suatu perbuatan hokum dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya ataupun saling mengikatkan diri untuk melakukan suatu hal yang menimbulkan akibat hukum yang berupa hubungan hokum bagi para pihak.

Karena kelemahan-kelemahan dalam pengertian perjanjian menurut pasal  1313 KUH Perdata tersebut, maka para ahli juga ikut memberikan pengertian mengenai perjanjian yaitu sebagai berikut :

    R. Subekti

Suatu perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seseorang berjanji kepada orang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan suatu perjanjian.

    WirjonoProdjodikoro

Perjanjian adalah suatu hubungan hokum mengenai harta benda antara dua pihak, dalam mana suatu pihak berjanji atau dianggap berjanji melakukan sesuatu hal.

    M. YahyaHarahap

Perjanjian adalah suatu hubungan hokum kekayaan atau harta benda antara dua orang atau lebih yang  memberikan kekuasaan hak pada satu pihak untuk memperoleh prestasi dan sekaligus mewajibkan pada pihak lain untuk melunasi prestasi.

Istilah perancangan kontrak berasal dari bahasa Inggris, yaitu contract drafting. Kontrak adalah hubungan hukum antara dua pihak atau lebih berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum.

Akibat hukum, yaitu timbulnya hak dan kewajiban.

Berdasarkan pengertian tersebut diberikan pengertian perancangan kontrak merupakan suatu proses atau cara merancang kontrak. “Merancang kontrak adalah mengatur dan merencanakan struktur, anatomi, dan substansi kontrak yang dibuat oleh para pihak.”

Sebelum mengetahui lebih jauh tentang kontrak, terlebih dahulu perlu adanya penegasan pemahaman pemakaian istilah dari kontrak tersebut, karena dalam konsep teoritis dan prakteknya, kedua istilah dimaksud terkadang digunakan secara bersamaan. Sebagai contoh dalam kontrak yang diadakan para pihak, sering juga terdapat kata-kata perjanjian demikian juga kata kontrak itu sendiri.

“Biasanya dalam suatu kontrak, kalimat akhirnya atau klausulanya berbunyi “demikian perjanjian ini di buat dengan sesungguhnya dan memiliki kekuatan mengikat setelah ditandatangani oleh kedua belah pihak dan seterusnya”. Padahal kepala atau judul kontraknya juga berbunyi tentang “Kontrak Sewa Menyewa Rumah” dan lain-lain.”

Kontrak dalam bahasa Belanda disebut dengan overeenkomst. Secara arti kata kontrak adalah perjanjian. Karena kelemahan-kelemahan dalam pengertian perjanjian menurut pasal 1313 KUH Perdata tersebut, maka para ahli juga ikut memberikan pengertian mengenai kontrak sebagai berikut :

    Salim H.S

Kontrak atau perjanjian adalah hubungan hokum antara subjek hokum antara subjek hukum yang lain dalam bidang harta kekayaan. Subjek hukum yang satu berhak atas prestasi dan begitu pula subjek hukum yang lain yang berkewajiban untuk melaksanakan prestasinya sesuai dengan yang telah disepakati.

    Peter Mahmud Marzuki

Perjanjian memiliki arti lebih luas dari pada kontrak. Kontrak merujuk kepada suatu pemikiran adanya keuntungan komersil yang diperoleh kedua belah pihak. Sedangkan perjanjian dapat saja berarti social agreement yang belum tentu menguntungkan kedua belah pihak secara komersil.

    Carles L. Knaapdan Nathan M.Crystal

Kontrak adalah suatu persetujuan antara dua orang ataulebih, tidak hanya memberikan kepercayaan tetapi secarabersama-sama saling pengertian untuk melakukan sesuatu pada masa mendatang oleh seseorang atau kedua dari mereka.

Berdasarkan pengertian kontrak  yang disebutkan oleh para ahli tersebut bahwa pengertian perjanjian dan kontrak tidaklah terlaluberbeda, karena kontrak dan perjanjian dilahirkan dari suatu perbuatan hukum yang saling berjanji untuk melakukan suatu hal dan pada akhirnya menimbulkan suatu perjanjian dan melahirkan suatu perikatan. Dalam konsep hokum perdata, perikatan tidak hanya lahir karna suatu perjanjian atau kontrak, tetapi juga disebabkan oleh undang-undang bahwa suatu peristiwa atau perbuatan seseorang tanpa didahului perjanjian atau kontrak akan melahirkan hubungan hokum atau perikatan.

Syarat sah perjanjian diatur dalam Pasal 1320 KUH Perdata. Pasal 1320 KUH Perdata menemukan empat syarat sahnya perjanjian, yaitu :

    Sepakat mereka yang mengikatkan diri
    Kecakapan untuk membuat suatu perikatan
    Suatu hal tertentu
    Suatu sebab hal yang halal.

Keempat hal tersebut dikemukakan sebagai berikut :

    Kesepakatan (Toesteming/izin) kedua belah pihak

Kesepakatan ini diatur dalam Pasal 1320 ayat (1) KUH Perdata. Yang dimaksud dengan kesepakatan adalah penyesuaian pernyataan kehendak antara satu orang atau lebih dengan pihak lainya. Ada lima cara terjadinya penyesuaian kehendak, yaitu :

    Bahasasempurnadantertulis
    Bahasasempurnasecaralisan
    Bahasa yang tidaksempurnaakantetapibisaditerimapihak lain
    Bahasaisyarattetapidapatditerimapihak lain
    Diamataumembisutetapidapatdipahamidanditerimapihak lain

 

    Kecakapan bertindak

Kecakapan bertindak adalah suatu kemampuan untuk melakukan perbuatan hukum. Sedangkan perbuatan hokum adalah perbuatan yang menimbulkan akibat hukum. Orang yang cakap hokum adalah orang yang sudah dewasa, ukuran kedewasaan adalah orang  yang sudah berumur 21 tahun atau orang yang sudah menikah sebelum berumur 21 tahun.

    Adanya objek perjanjian

Yang menjadi objek perjanjian adalah prestasi. Prestasi adalah apa yang menjadi kewajiban bagi debitur dan menjadi hak bagi kreditur. Prestasi ini terdiri dari perbuatan positif dan perbuatan negatif. Prestasi terdiri atas :

-           Memberikansesuatu

-          Berbuatsesuatu

-          Tidakberbuatsesuatu (Pasal 1234 KUH Perdata)

 

    Adanya klausa yang halal (GeoorloofdeOorzaak)

Dalam Pasal 1320 KUH Perdata tidak ada penjelasan tentang klausa yang halal. Akan tetapi dalam Pasal 1337 menyebutkan tentang klausa yang terlarang, jadi bias dikatakan suatu Klausa bias disebut klausa yang halal asalkan tidak melanggar klausa yang terlarang tersebut. Suatu sebab menjadi terlarang apabila bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan, dan ketertiban umum.

Pada dasarnya perjanjian dan kontrak adalah hal yang sama, akan tetapi berbeda dalam hal penggunaan, perjanjian biasanya terbagi atas dua bentuk, yaitu perjanjian tertulis dan perjanjian yang hanya berupa lisan atau ucapan. Sedangkan kontrak lebih kepada perjanjian yang tertulis yang disepakati oleh orang atau badan yang terikat pada kontrak yang disepakatinya.